Alkisah ada dua orang manusia yang saling bertetangga. Yang
satu adalah seorang petani mangga dan yang satunya lagi adalah peternak sapi.
Pada suatu hari merek memulai pekerjaanya masing-masing. Petani mangga
memulainya dengan menanam bibit buah mangga yang ditanam disebelah kiri
rumahnya dan tepat disamping mangga itu terdapat rumah dari si peternak sapi.
Peternak sapi pun memulai pekerjaannya dengan membeli seekor sapi dewasa dan
dikandangkan tepat dibelakang rumahnya. Hari demi hari telah terlewati hingga
si petani mangga pun mendapati pohon mangganya tumbuh dengan lebat. Lain halnya
dengan si peternak sapi, sapi yang telah dirawatnya sekian lama belum kunjung
juga melahirkan ataupun menghasilkan air susu. Melihat tetangga yang memiliki
pohon lebat, akhirnya tumbuhlah rasa iri di hati sang peternak sapi. Hingga
suatu hari, ketika sang petani mangga pergi, sang peternak pun berniat merusak
pohon mangga tetangganya itu dengan kotoran-kotoran sapi dan tidak hanya itu,
yang semula hanya melempari pohon mangga, tetapi sang peternak itu juga
melempari rumah sang petani mangga.
Sore hari pun
tiba, sang petani mangga pun tiba kembali di rumahnya setelah pergi menjual
semua hasil panen mangganya. Setiba di rumahnya ia sedikit terkaget dengan
kotoran-kotoran yang berserakan di halaman, pohon serta dinding rumahnya, namun
kemudian ia dapat mengendalikan dirinya. Ia pun lantas segera mengetahui dalang
dari semua perbuatan ini, tentu saja adalah sang tetangganya si peternak sapi.
Namun, ia tidak lekas marah walaupun mengetahuinya. Ia malah dengan hati lapang
dan senyum membersihkan sudut demi sudut rumahnya dengan sabar dan ulet. Bahkan
mendatangi rumah sang peternak sapi dengan membawa sekeranjang mangga yang
ranum yang memang sudah diniatkan untuk diberikan pada tetangganya jauh sebelum
peristiwa yang menimpa sang petani dan ia tetap melakukannya dan tidak
mengurungkan niatnya.
Alangkah kagetnya
sang peternak mendapati seseorang yang telah ia zalimi datang mengantarkan
sekeranjang mangga hasil panennya tanpa membawa perasaan amarah bahkan
menyinggung peristiwa itu pun tidak sama sekali, tapi malah sebaliknya dengan
membawa perasaan bahagia dan senyum indah seakan-akan tidak pernah terjadi apa
pun sebelumnya. Lantas timbullah rasa bersalah dalam diri sang peternak, timbul
konflik batin dalam dirinya. Maka, ketika sang petani mangga hendak pergi, sang
peternak pun mengungkapkan semuanya dan dengan lapang dada sang petani pun
tersenyum dan memaafkan segala kesalahan sang peternak. Sungguh mulia hati sang
petani, walaupun ia dizalimi, tetapi ia tetap berlapang dada dan mau memaafkan
sang peternak.
Sahabatku, dari
cerita tadi, kita dapat mengambil hikmah bahwa tidak setiap kejahatan harus
dibalas kejahatan, tetapi kejahatan itu bisa musnah jika kita balas dengan
kebaikan. Dari sikap sang petani, kita dapat mengambil pelajaran berharga. Dari
kotoran-kotoran sapi tadi, ia merespon dengan positif sehingga menghasilkan hal
yang positif pula. Jika kita hubungkan dengan kehidupan sehari-hari, analogikan
kotoran-kotoran tadi adalah sebuah cacian/ujian. Dari sikap sang petani tadi
dapat kita simpulkan bahwa, segala cacian/ujian yang datang padanya bukan malah
menjadi bumerang untuk membalas kembali, tapi malah ia menelannya bulat-bulat
dan mengolahnya dalam otak, sehingga menghasilkan sikap baru yang lebih matang
dan pada akhirnya menghasilkan kedewasaan.
Hal unik terlihat
pada sikap sang petani mangga yang memberikan respon yang jarang sekali orang
lain lakukan. Seperti yang telah disebutkan bahwa, respon yang baik akan
menghasilkan baik walaupun terpaan yang diterima buruk dan begitu sebaliknya.
Oleh karena itu, kita yang segera mengalami kedewasaan ini hendaklah merespon dengan
baik segala macam terpaan yang akan dan telah kita terima. Apalagi menjadi
seorang yang dewasa msti memiliki sikap bertanggung jawab. Jika kita
transformasikan ke dalam bahasa inggris, tanggung jawab itu berarti Responsibility. Jika kita pilah menurut
terminologinya, kata tersebut berasal dari dua kata, yaitu response dan ability. Ability = kemampuan, response = respon. Maka, jika kita
artikan, kata tersebut berarti kemampuan dalam merespon.
Ini menunjukan bahwa sikap tanggung jawab dari
seorang yang dewasa terlahir dari bagaimana cara kita merespon terhadap setiap
masalah yang menimpa kita. Setiap orang sudah pasti sama, yaitu memiliki
terpaan/ujian/cobaan tetapi yang membedakan adalah bagaimana kita meresponnya.
Mulai dari sekarang, responlah dengan baik dan benar setiap masalah yang
terjadi pada diri kita agar menjadi pribadi yang matang, dewasa dan
bertanggungjawab.
Jatinangor, Juni 2012
Fakultas Psikologi Universitas
Padjadjaran
Isman Muayyad
kalau dunia bisa seperti itu
BalasHapushukum ga diperlukan lagi
tapi
apakah itu menjamin keadilan
isman ;) ?
waah, pertanyaanya supeer..
HapusBismillah..
yuk, kita telaah lebih dalam lagi ceritanya..
sebetulnya, yang ingin disampaikan dari cerita ini adalah kedewasaan seseorang akan terlihat melalui bagaimana caranya ia merespon tiap peristiwa yang menimpanya..
kedewasaan itu terlihat ketika ketenangan dan pikiran yang mendominasi saat tertimpa suatu peristiwa apa pun itu..
jadi, cerita ini bukan bermaksud untuk meniadakan hukum atau jaminan keadilan dan semacamnya..
semoga menjawab.. insya Allah :)
terima kasih atas komentarnya :) stay tune terus ya :)