Selasa, 26 Juni 2012

Sang Petani Mangga dan Sang Peternak Sapi


Alkisah ada dua orang manusia yang saling bertetangga. Yang satu adalah seorang petani mangga dan yang satunya lagi adalah peternak sapi. Pada suatu hari merek memulai pekerjaanya masing-masing. Petani mangga memulainya dengan menanam bibit buah mangga yang ditanam disebelah kiri rumahnya dan tepat disamping mangga itu terdapat rumah dari si peternak sapi. Peternak sapi pun memulai pekerjaannya dengan membeli seekor sapi dewasa dan dikandangkan tepat dibelakang rumahnya. Hari demi hari telah terlewati hingga si petani mangga pun mendapati pohon mangganya tumbuh dengan lebat. Lain halnya dengan si peternak sapi, sapi yang telah dirawatnya sekian lama belum kunjung juga melahirkan ataupun menghasilkan air susu. Melihat tetangga yang memiliki pohon lebat, akhirnya tumbuhlah rasa iri di hati sang peternak sapi. Hingga suatu hari, ketika sang petani mangga pergi, sang peternak pun berniat merusak pohon mangga tetangganya itu dengan kotoran-kotoran sapi dan tidak hanya itu, yang semula hanya melempari pohon mangga, tetapi sang peternak itu juga melempari rumah sang petani mangga.
       Sore hari pun tiba, sang petani mangga pun tiba kembali di rumahnya setelah pergi menjual semua hasil panen mangganya. Setiba di rumahnya ia sedikit terkaget dengan kotoran-kotoran yang berserakan di halaman, pohon serta dinding rumahnya, namun kemudian ia dapat mengendalikan dirinya. Ia pun lantas segera mengetahui dalang dari semua perbuatan ini, tentu saja adalah sang tetangganya si peternak sapi. Namun, ia tidak lekas marah walaupun mengetahuinya. Ia malah dengan hati lapang dan senyum membersihkan sudut demi sudut rumahnya dengan sabar dan ulet. Bahkan mendatangi rumah sang peternak sapi dengan membawa sekeranjang mangga yang ranum yang memang sudah diniatkan untuk diberikan pada tetangganya jauh sebelum peristiwa yang menimpa sang petani dan ia tetap melakukannya dan tidak mengurungkan niatnya.
       Alangkah kagetnya sang peternak mendapati seseorang yang telah ia zalimi datang mengantarkan sekeranjang mangga hasil panennya tanpa membawa perasaan amarah bahkan menyinggung peristiwa itu pun tidak sama sekali, tapi malah sebaliknya dengan membawa perasaan bahagia dan senyum indah seakan-akan tidak pernah terjadi apa pun sebelumnya. Lantas timbullah rasa bersalah dalam diri sang peternak, timbul konflik batin dalam dirinya. Maka, ketika sang petani mangga hendak pergi, sang peternak pun mengungkapkan semuanya dan dengan lapang dada sang petani pun tersenyum dan memaafkan segala kesalahan sang peternak. Sungguh mulia hati sang petani, walaupun ia dizalimi, tetapi ia tetap berlapang dada dan mau memaafkan sang peternak.
       Sahabatku, dari cerita tadi, kita dapat mengambil hikmah bahwa tidak setiap kejahatan harus dibalas kejahatan, tetapi kejahatan itu bisa musnah jika kita balas dengan kebaikan. Dari sikap sang petani, kita dapat mengambil pelajaran berharga. Dari kotoran-kotoran sapi tadi, ia merespon dengan positif sehingga menghasilkan hal yang positif pula. Jika kita hubungkan dengan kehidupan sehari-hari, analogikan kotoran-kotoran tadi adalah sebuah cacian/ujian. Dari sikap sang petani tadi dapat kita simpulkan bahwa, segala cacian/ujian yang datang padanya bukan malah menjadi bumerang untuk membalas kembali, tapi malah ia menelannya bulat-bulat dan mengolahnya dalam otak, sehingga menghasilkan sikap baru yang lebih matang dan pada akhirnya menghasilkan kedewasaan.
       Hal unik terlihat pada sikap sang petani mangga yang memberikan respon yang jarang sekali orang lain lakukan. Seperti yang telah disebutkan bahwa, respon yang baik akan menghasilkan baik walaupun terpaan yang diterima buruk dan begitu sebaliknya. Oleh karena itu, kita yang segera mengalami kedewasaan ini hendaklah merespon dengan baik segala macam terpaan yang akan dan telah kita terima. Apalagi menjadi seorang yang dewasa msti memiliki sikap bertanggung jawab. Jika kita transformasikan ke dalam bahasa inggris, tanggung jawab itu berarti Responsibility. Jika kita pilah menurut terminologinya, kata tersebut berasal dari dua kata, yaitu response dan ability. Ability = kemampuan, response = respon. Maka, jika kita artikan, kata tersebut berarti kemampuan dalam merespon.
Ini menunjukan bahwa sikap tanggung jawab dari seorang yang dewasa terlahir dari bagaimana cara kita merespon terhadap setiap masalah yang menimpa kita. Setiap orang sudah pasti sama, yaitu memiliki terpaan/ujian/cobaan tetapi yang membedakan adalah bagaimana kita meresponnya. Mulai dari sekarang, responlah dengan baik dan benar setiap masalah yang terjadi pada diri kita agar menjadi pribadi yang matang, dewasa dan bertanggungjawab.

Jatinangor, Juni 2012
Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran
Isman Muayyad